Gunung Merapi Dan Pahit Manis Kehidupan
Gunung Merapi merupakan gunung api paling aktif di Indonesia, dan juga salah satu gunung yang tercatat dalam sejarah sebagai bagian penting dari naik turunya kondisi masyarakat Kerajaan Mataram Kuno (Kerajaan Medang) serta masyarakat Jawa pada umumnya. Bahkan pada abad ke-10 atau sekitar tahun 1006 gunung Merapi mengalami erupsi yang mengakibatkan kerajaan Mataram Kuno harus meninggalkan Yogyakarta (sekarang) ke Jawa Timur.
Penyebab erupsi tersebut diperkirakan merengguk ribuan korban jiwa, karena musibah besar itu pula Candi – candi seperti candi Prambanan, candi Borobudur, Candi Sari, dan lainya di Jawa Tengah terkubur debu erupsi dan mengakibatkan kerusakan parah. Sehingga candi – candi tersebut terbengkalai, hingga ratusan tahun kemudian ditemukan kembali oleh penduduk pendatang dan juga ilmuan asing.
Namun, setelah puluhan tahun effect dari erupsi gunung Merapi tersebut (1006) mengakibatkan tanah di Jawa Tengah dan sekitarnya menjadi subur. Akibatnya masyarakat yang tadinya mengungsi mulai kembali, dan dimulai lagi dinasti kerajaan Mataram dengan seorang Raja yang baru.
Berdasarkan data yang dihimpun dari tahun 1548, gunung Merapi meletus sebanyak 68 kali dan terakhir meletus tahun 2010. Pahit manis kehidupan yang dijalani masyarakat Yogyakarta dengan gunung Merapi memang tak terlepaskan. Tinggal bersama dengan kekuatan Maha Dahsyat alam menjadikan gunung Merapi sebagai symbol sekaligus juga nilai kehidupan antara manusia dengan alam semesta.
Secara geology gunung Merapi merupakan gunung termuda yang termasuk dalam rangkaian gunung ber-api yang mengarah ke-selatan mulai dari gunung Ungaran. Mengingat aktifitas puncak Merapi yang aktif menyebabkan tidak ada vegetasi yang tumbuh. Menurut seorang peneliti asal Prancis, Berthomier mengungkapkan bahwa pertumbuhan merapi dalam empat tahapan.
Diantaranya pra-Merapi (Gunung Bibi) yang bagian tengahnya masih terlihat pada sisi puncak timur Merapi. Kemudian Merapi Tua yang mulai berbentuk kerucut, sisa – sisa tahapan ini adalah bukit Turgo dan bukit Plawangan pada bagian selatan. Setelah itu Merapi pertengahan, yang menjadi puncak tertinggi seperti bukit Gajahmungkur dan Batulawang, yang terbentuk dari lava andesit.
Kemudian puncak Merapi yang sekarang ini merupakan puncak Anyar yang diperkirakan terbentuk 2000 tahun yang lalu, berdasarkan penelitian dengan VEI 4 (Pengamatan Lapisan Tetra). Sejak tercatat tahun 1953 karakteristik letusan karena desakan lava ke puncak kawah yang disertai dengan runtuhnya kubah lava secara periodic yang mengkibatkan terjadinya awan panas (Wedus Gembel / Nuee Ardente) yang menyembur ke atas (vertical explosive).
Menurut pakar geology diperkirakan terdapat ruang raksasa dibawah Merapi yang berisi material lumpur, akibatnya menghambat getaran gempa bumi. Mereka menyebutnya magma yang berasal dari hasil bentukan hantaman Lempeng Indo-Australia ke Lempeng Eurasia. Berdasarkan catatan para peneliti gunung Merapi meletus dahsyat pada tahun 1006 (Diperkirakan letusan yang mengakibatkan seluruh pulau Jawa terbalut abu vulkanik), 1786, 1822, 1872, dan 1930.
Mengingat gunung Merapi ini gunung api aktif, maka tim Pusat Pengamatan Pengamatan Gunung Merapi melakukan monitoring Non-stop, dengan menggunakan alat geofisika telemetri yang diletakan di sekitar puncak gunung dan sejumlah pos pemantauan visual dan pencatat kegempaan di desa Srumbung, Babadan, dan Kaliurang.
Arti dari “Hamemayu Hayuning Bawana”, itu sendiri mengalir dalam hembusan alam, yang memiliki makna kehidupan manusia yang harmony bersama dengan alam semesta. Sekalipun kita berdampingan dengan energy alam yang maha dahsyat, malah semakin membuat kita untuk lebih menghargai dan mengerti sikap alam.
Dibalik energy alam semesta yang luar biasa ini, manusia bisa semakin menyadari bahwa kita adalah makhluk yang mengalir dalam hembusan alam. Sebagai negeri yang berada di jalur Ring of Fire yang membentang dari Sabang sampai Merauke, membuat kita selalu hidup dalam hembusan alam, yang memiliki artian besiap menghadapi pahit manis kehidupan dengan alam semesta.
Kenyataan manis itu memang bukan saja sekedar isapan jempol semata, nyatanya negeri kita Indonesia merupakan negeri yang kaya akan kebudayaan, keindahan alam, keindahan laut dan terumbu karang, serta vegetasi yang berlimpah ruah dan juga hewan – hewan endemic yang sangat beragam. Surga kecil itu Indonesia, seperti ungkapan nenek moyang kita.
Oleh karena itu, menjaga adalah tugas kita sebagai generasi penerus bangsa, memanfaatkan alam tidak dengan merusaknya, melainkan dari alam kembali untuk alam semesta. Sudah sepantasnya kita untuk arif dan bijakasana berdampingan dengan alam semesta. Gunung Merapi tetap selalu menyuguhkan keindahan alam yang luarbiasa.
Photo by, Patmawitana
8 Komentar
Sudah seyogyanya kita hidup dengan damai bersama sang Merapi
Berdampingan dengan kehidupan alam semesta, artikel yang menarik Gan..
Melihat suasana alam Jogja, memang damai dan mengalun bersama alam..
Merapi memang mengagumkan..
Semoga kita semua dilindungi dan hidup damai berdampingan..
Semoga merapi tetap tenang supaya dan kita semua dilindungi dari marabahaya.. #Amien
Setuju pahit manis kehidupan masyarakat Indonesia dengan ring of fire..
Sangat menarik pembahasanya, enak bacanya..